Mahasiswa & Hmi Cabang Palembang Mengutuk Keras Aksi Teror
Di Masjid Al Noor Kota Christcurch, Selandia Baru
Oleh : Dedi Busro
Mahasiswa Univ.PGRI Palembang
Penerima Beasiswa Generasi Harapan Sinergi Sriwijaya
Jumat, 15 Maret 2019 telah terjadi aksi teror berupa pembakan massal pada warga muslim di masjid Al Noor, Masjid Linwood, serta beberapa tempat lainya di kota Cristcurch, selandia baru. Aksi teror tersebut dilancarkan bertepatan dengan ibadah shalat jumat sekitar pukul 13.45 NZST.
Sampai pada saat ini telah sama-sama kita ketahui bahwa aksi penembakan tersebut telah menyebabkan tewasnya 49 orang dan lebih dari 48 lainya luka-luka. Dan alhamdulillah Kepolisian Selandia Baru telah mengamankan empat orang pelaku aksi teror tersebut.
Satu diantaranya diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant (28), seorang kebangsaan Australia, yang mempublikasikan manifesto sepanjang 87 halaman di laman media sosial pribadinya yang berisikan ujaran anti-Islam dan anti-imigran serta justifikasi untuk melakukan penembakan terhadap muslim.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, dalam siaran persnya mendeskripsikan kejadian ini sebagai “kejahatan yang belum pernah dialami oleh publik Selandia Baru sebelumnya,” dan sebagai “salah satu hari terkelam dalam sejarah Selandia Baru.”
Menanggapi aksi teror tersebut, Mahasiswa Sumatera selatan beserta Himpunan Mahasiswa Islam Cabang palembang sebagai lembaga yang sangat kental dengan Islam sekaligus yang menjunjung tinggi nilai solidaritas, kemanusiaan, perdamaian, dan persaudaraan merasa perlu mengutuk aksi teroris tersebut.
HMI Cabang Palembang di bawah pimpinan Eko Hendiyono S.Tr.M bersama Perwakilan Cipayung Plus yang merupakan Aktivis Mahasiswa sumsel mereka juga menyampaikan ungkapan belasungkawa terhadap korban sekaligus mengutuk keras aksi biadab yang di lakukan teroris terhadap umat muslim di kota christchurch, selandia baru. Mereka juga telah melakukan forum kajian diskusi menyikapi permasalahan di sekretariat Yayasan Pembina Umat Cabang Palembang (YPU Cabang Palembang).
“Semua forum dalam diskusi tersebut sepakat mengutuk keras aksi teror Anri-Islam di selandia baru. Tindakan itu merupakan tindakan biadab yang bertentangan dengan perikemanusiaan. Ini adalah tragedi kemanusiaan terkeji di dunia yang mencederai kemulian manusia,” kata dia.
Selain melakukan forum kajian mereka juga merealisasikan hasil kajian dengan menyuarakan semua hasil musyawara dalam satu moment yaitu aksi solidaritas mengecam dan mengutuk kebiadaban terorisme di Selandia Baru. Aksi solidaritas tersebut berlangsung di Bundaran Air Mancur, Palembang, Selasa 19/03/2019.
Masa yang tergabung di dalam aliansi aksi solidaritas itu merupakan gabungan dari beberapa organisasi mahasiswa yaitu, HMI, PII, Pelajar Sriwijaya, PMII, ACT, JSI, KOHATI, KOPRI, GMKI, IMM, IPM, IPNU, GENBI, FMI, MRI, BKPRMI, KGB, KMB, BIKERS SUBUHAN, PAYO BERBAGI, IRLAS, VIDGRAM SUMSEL, YUK NGAJI, WONG KITO HIJRAH, PMS, BERKAS CHAPTER, SSS, AP3, LHC, MASIKA DAN ICMI.
Sebenarnya Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern.
Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Prancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Prancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.
Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme dimulai di Aljazair pada tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang memopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga sumber, yaitu:
- kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.
- pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.
- kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.
Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal “damai”. Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur – Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara – Selatan.
Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.
Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik:[9]
- ada maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.
- keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
- tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
- serangan Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.
Maka dari itu akan menjadi harapan kita bersama bahwa TERORISME memang tidak ada tempat di dunia ini, mari kita jadikan moment ini sebagai satu kondisi yang selalu membuat kita lebih peduli dengan sesama sehingga kita juga mengurangi jumlah korban yang berjatuhan akibat tindakan biadap terorisme.